Seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Surabaya ditemukan sedang menangis tersedu di sudut tempat parkir Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta. F rupanya tak berani pulang ke kampung halamannya di Surabaya lantaran bukannya membawa uang sepulang bekerja di Oman. Justru dia tengah mengandung hasil dari pemerkosaan yang dilakukan majikannya.F mengaku diberangkatkan dari salah satu PJTKI yang beralamat di Jalan Waru Cilincing Jakarta Utara pada 14 Januari 2016. F ditempatkan di Oman dengan majikan bernama Khaliq Saidi. Selama bekerja di sana dia mengaku sering mendapat perlakuan pelecehan seksual dari majikannya.
“Dia tadi nangis mau gugurin kandungannya, karena takut sama keluarga,” ujar Ujang, seorang porter yang menemukan F, Sabtu kemarin (18/03/2017).Ujang pun kemudian membawanya ke kantor BPNP2TKI yang berada di Selapajang, Kabupaten Tangerang agar Fitriayani mengadukan permasalahan yang sedang dia alami.“Saya antar ke sana. Biar aduannya bisa menjadi catatan di BNP2TKI,” ujarnya.
Nestapa TKW seolah tak pernah berakhir. Perlindungan yang lemah menjadi salah satu penyebab TKW yang bekerja di sektor informal seperti pembantu rumah tangga, menjadi korban. Majikan memperlakukan mereka seolah-olah sebagai budak.
Yang lebih parah, mereka yang tertular HIV/AIDS akibat kekerasan seksual yang mereka terima. Klinik Voluntary Counseling Test (VCT) Rumah Sakit Umum Daerah Margono Soekarjo Purwokerto sejak 2014 sampai sekarang menemukan 32 tenaga kerja Indonesia dan keluarganya yang terkena HIV.Temuan ini berdasarkan hasil pemeriksaan HIV reaktif, kata Konselor VCT RSUD Margono Soekarjo, Dewi Nilamsari, di Purwokerto bulan Januari lalu.Dewi mengatakan TKI dan keluarganya yang terkena HIV ini merupakan klien laboratorium klinik, sengaja datang sendiri ke klinik, maupun pasien RSUD Margono Soekarjo. Dari jumlah tersebut, hanya sembilan orang yang aktif menjalani pengobatan antiretroviral (ARV).
Transmisi penularan HIV bisa dari lima cara, yakni di penampungan, tempat kerja, pemerkosaan, aktivitas seksual TKI berisiko, dan aktivitas pasangan berisiko.
Saat di antarkan pulang ke rumah orang tuanya F menagis dan meminta maaf kepada ayah dan ibu, sang ibu dan ayah pun menerima F dengan iklas atas peristiwa yang di alami anak perempuannya tersebut dan kepada polisi Tumidi (ayah korban) meminta agar kasus yang menimpa putrinya tersebut dapat di proses secara hukum.